Senin, 31 Maret 2014

Sepatu Kulit Sang Raja

Alkisah, hiduplah seorang Raja yang sangat berkuasa. Negerinya luas, meliputi segenap gunung dan lembah. Rakyatnya banyak, hingga sampai ke ujung pantai dan dalamnya hutan.

Sang Raja pun sangat perhatian dengan rakyatnya. Hingga, ia sering berkeliling, dan melakukan pengecekan di setiap wilayah kekuasaannya. Ia ingin lebih dekat dengan rakyatnya dan mengetahui apa yang dirasakan mereka.

Saat Sang Raja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di luar istana kakinya terluka karena terantuk batu. Ia berpikir, “Ternyata jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya.”

Lalu Sang Raja memanggil seluruh menteri istana. Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan permadani dan kulit sapi terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari seluruh negeri.

Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang pertapa menghadap Sang Raja. Ia berkata pada Maharaja, “Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja.


Renungan: 
Sahabat, ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala kita hanya harus mengubah cara pandang kita, hati kita dan diri kita sendiri. Bukan dengan ingin mengubah dunia atau bahkan malah menyesali takdir yg telah terjadi.

Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain yang terlibat di sana.

Padahal, Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana menciptakan dunia ini dengan segala keragaman sifat dan keadaannya. Bukan untuk mempersulit manusia, tapi sebaliknya dengan ini manusia bisa belajar dari perbedaan satu dengan yang lain.

Memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit
? atau cukup hati kita yang dilapisi, agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?”

~Dikutip dari berbagai sumber, googling aja :)